Satir jantan itu
berjalan sempoyongan menerobos pepohonan
oak yang berusia ratusan tahun. Tangan kirinya memegang sebotol anggur vitis labrusca
yang hanya tersisa beberapa teguk. Dia adalah seorang manusia tua bertanduk,
berkepala botak, serta bertelinga runcing. Gemerisik gesekan ranting di tanah
dengan kakinya yang berwujud kambing membuat beberapa nifma cantik berwujud
manusia setengah peri segera bersembunyi di balik kulit-kulit kayu. Kali Ini
satir jantan tersebut tidak berminat untuk bersenang-senang dengan para nifma
berambut ikal panjang dan berkulit putih tersebut. Satir tua tersebut menyadari
bahwa kini dirinya telah tersesat jauh dari kerajaannya di Lydia.
“Sillenos…”
sebuah suara lembut wanita terdengar samar-samar di kejauhan, menuntun manusia
setengah kambing tersebut untuk terus melangkah hingga dia sampai pada hamparan
luas kebun mawar.
“Selamat datang
di Kerajaan Pessinos hai tua keladi…”, suara lantang laki-laki menyambutnya
dari belakang. Sebelum satir jantan itu menyadari, pukulan benda berat
mengantam keras tengkuknya.
Segalanya pun
menjadi hitam…
***
“Bebaskan
dia…,”
“Tapi
Yang Mulia…,”
“Dia
guru dari Dionisos.”
“Dionisos
yang itu?”
Seorang
gadis kecil bermata biru tiba-tiba berlari kecil memasuki ruangan tempat Raja
Midas dan pengawalnya bercakap.
“Ayaah…,”
tatapan berseri dan tawa riang putri mahkota tersebut seolah ingin memeluk erat
ayahnya untuk berbagi cerita. Tapi sebelum gadis itu sempat mendekat, Midas
telah menghardiknya.
“Mary!
Kembali ke kamarmu…!”
Langkah
gadis kecil itu seketika terhenti. Air
mukanya yang ceria berubah menjadi muram. Dia mundur perlahan lalu berbalik dan
berlari meninggalkan ruangan tersebut.
***
Midas
bertubuh tegap, walaupun usianya telah memasuki paruh baya, garis-garis tulang
pipi dan dagunya mengguratkan semangat juang yang tinggi. Meskipun demikian,
aura kebijaksanaan seorang raja masih terpancar jelas dari dirinya. Kerajaannya
makmur dan bergelimang harta. Hanya satu kekurangannya, dia tak menyadari
betapa permaisuri dan putrinya sangat mencintai dirinya.
“Selamat
datang Sillenos, maaf telah menyambut dengan cara kurang sopan,” Raja Midas
menghampiri Sillenos yang telah siuman di pembaringannya.
“Midas,,,?”
Satir jantan tersebut sedikit terkejut.
“Pessinos,
kerajaan kami siap melayani tamu terhormat seperti Anda,“ Midas bertepuk dua kali, seketika pelayan
berduyun-duyun membawa bernampan-nampan anggur, buah, dan berbagai jamuan pelengkap
lainnya. Nimfa-Nimfa Naiad sengaja didatangkan untuk menyambut tamu spesial Raja
Midas dengan gemulai tarian Sikinis diiring para penabuh rebana.
Sepertinya
untuk hari-hari ke depan satir jantan
tersebut akan sangat betah tinggal di Pessinos.
***
Sepuluh
hari telah berlalu. Midas telah menjamu Sillenos dengan sangat baik. Kini tiba
saatnya bagi Midas untuk mengembalikan Sillenos pada Dionisos di Kerajaan
Lydia. Kerajaan tersebut ditopang oleh
pilar-pilar marmer raksasa. Sungai-sungai yang berkilauan bak cahaya dihiasi
heleiad-heleiad cantik yang bercengkerama di antara dedaunan ivy dan tanaman
ara. Setiap sudut kerajaan dihiasi
dengan anglo Thyterios . Sebuah kerajaan yang sangat sempurna bagi tempat
tinggal Dionisos, sang dewa pesta.
“Midas…midas…..,akhirnya
kau bawa kembali Sillenosku,” seorang pria berbaju kulit macan dengan tangan
kanannya memegang sebuah thirsos –tongkat yang dibuat dari batang Ferula
Communis diikat dengan taenia dan
kerucut pinus- datang menghampiri rombongan raja Midas. Disampingnya ada
sesosok tegap Centaur dengan tanduk bantengnya yang kokoh.
“Your majesty, Dionisos“ jawab Midas
sambil bersimpuh kemudian bangkit kembali.
Sillenos
menghampiri Dionisos dan membisikkan sesuatu. Terjadi keheningan beberapa saat.
Pandangan Dionisos tetap melekat pada Midas. Dionisos kemudian mengangguk-angguk.
“Sungguh mulia
hatimu wahai Midas, telah memerlakukan Sillenos dengan sangat baik,” Dionisos tersenyum
senang. Centaur yang ada di sampingnya segera menawarkan anggur vinera yang
merupakan jamuan terbaik di kerajaan Lydia.
“Tak perlu
sungkan, sudah menjadi kewajiban seorang raja untuk menjamu tamu istimewa
seperti Sillenos,” diraihnya gelas anggur tersebut lalu bersulang.
“Sebutkan satu
hal tentang apa yang paling kau inginkan, aku akan mengabulkannya,” tawaran
Dionisos membuat Midas seketika terhenyak. Begitu banyak keinginan yang
berkelebat di dalam pikirannya- kejayaan, kekuasaan, ekspansi kerajaan,
kemenangan di setiap pertempuran.
Midas menimbang beberapa lama. Baginya semua hal
tersebut hanya dapat diraih dengan kekayaan melimpah lebih dari yang
dimilikinya sekarang. Ya…dengan emas yang melimpah Midas akan mampu mendapatkan
semuanya, senjata perang yang paling ampuh, prajurit-prajurit hebat, membeli
kekuasaan, dan berbagai kesenangan lainnya.
Tanpa berpikir panjang
lagi, Midas pun menjawab, “Aku ingin semua benda yang kusentuh dapat berubah
menjadi emas….”
Dionisos
tersenyum simpul. Dihentakkannya thirsos yang ada di tangan kanannya sebanyak
tiga kali. Dari bibirnya terdengar desisan berulang-ulang, “Chrysopoeia
alchemist…Chrysopeia alchemist…”. Seketika kerucut pinus yang ada di
ujungnya kemudian berpendar keemasan. Dionisos segera mengarahkan ujung
thirsosnya pada tubuh Midas, “Energi yang ada di semesta, kaulah sekarang sang Midas Golden Touch.”
Tubuh Midas
seketika berubah keemasan dengan pendaran yang menyilaukan. Nimfa-nimfa Heleiad
yang sebelumnya hanya memandangi Midas dari kejauhan seketika menyelam kedalam aliran
sungai untuk menghindari silaunya tubuh Midas yang menghujam mata mereka. Tidak
butuh beberapa lama hingga pendaran itu lama-lama menghilang. Salah seorang
Heleiad muncul kembali di permukaan air.
Midas merasakan
kulitnya seakan terbakar. Dia berpikir apakah dia telah mengucap permohonan
yang salah. Akan tetapi, dia percaya bahwa Dionisos tidak akan melakukan
sesuatu yang mencelakakannya. Ternyata benar, Midas merasakan kulitnya
berangsur-angsur pulih dan dia merasakan energi baru yang luar biasa dari dalam
tubuhnya.
“Sentuhlah
dedaunan itu,” perintah Dionisos.
Midas berlahan
menghampiri dedaunan yang ada di tepi sungai. Heleiad yang sedari tadi
memandanginya segera menyelam kembali ke dalam air saat mengetahui Midas
mendekati persinggahannya.
Secara perlahan
Midas mengarahkan tangannya ke salah satu bunga teratai yang menyembul di atas
sungai, dan sebuah keajaiban terjadi…bunga teratai yang berwarna fanta tersebut
seketika berubah warna menjadi kuning keemasan. Strukturnya yang lunak berubah mengeras
dan kemilaunya memancarkan keindahan duniawi yang tak tertandingi. Teratai itu
kini berubah menjadi bongkahan emas murni di tangan Midas.
Midas tersenyum penuh kemenangan, sepertinya tak lama lagi kerajaan Pessinos akan menjadi kerajaan
adidaya di bumi ini.
***
To be Continued
lanjutkan mi. kali aja, jadi penulis novel tersohor nanti
BalasHapus