Sumber gambar : http://www.lpm-projustitia.com/2010_12_01_archive.html
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 12 tahun 2012
(SE-12/PJ/2012) tentang Pemeliharaan Basis Data Pajak Bumi dan Bangunan dalam
Rangka Pemutakhiran Data Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan
Perkotaan sepertinya member “warna” tersendiri bagi piutang PBB di Kantor
Pelayanan Pajak. Data tunggakan PBB dari sebelum t`hun 2001 sampai dengan tahun
2012 harus diadministrasikan secara rapi agar saat PBB mulai dialihkan ke
Dispenda pada tahun 2013 mendatang mampu menampilkan data yang valid dan akurat,
tidak ada kontroversi, dan perbedaan persepsi.
Berkaitan dengan kevalidan data piutang PBB tersebut, dalam
artikel ini akan saya bahas satu permasalahan yang seringkali diperdebatkan antara
pegawai dalam lingkup intern KPP, antara WP dengan petugas pajak, bahkan antara
petugas pajak dengan Dispenda. Masalah yang ada terkait piutang PBB adalah
mengenai daluwarsa penagihan PBB.
Masalah apa saja terkait daluwarsa penagihan yang seringkali
membuat suasana KPP menjadi lebih “berwarna”?
Ada tiga masalah yang sering terjadi:
Ada tiga masalah yang sering terjadi:
1. WP sering memperdebatkan apakah utang PBB tahun
2000, 2001, dan 2002 harus tetap dibayarkan? Padahal pihak notaris seringkali
hanya mensyaratkan pembayaran utang PBB dalam jangka waktu 5 tahun ke
belakang.
2. Masalah kedua yang saat ini sedang menjadi
perdebatan hangat, apakah utang PBB yang harusnya sudah daluwarsa penagihan,
tetap harus diperhitungkan dalam SPMKP saat AR hendak menerbitkan SPMKP dan PLB?
3. Masalah terakhir yang juga berkaitan dengan daluwarsa
dan berkaitan juga dengan SE-12/ PJ/2012 adalah apa yang harus dilakukan oleh
KPP jika mengetahui ada utang PBB yang daluwarsa sebelum PBB benar-benar
dialihkan ke daerah?
Mari kita bahas gnnjang-ganjing tersebut satu persatu.
Gonjang-Ganjing I: “Utang
Pajak Saya Tahun 2002 Tidak Perlu Dibayar!”
Masalah pertama yang terjadi berkaitan dengan tahun pajak
dan daluwarsa. Saya ambil contoh berikut:
“Seorang WP sedang
asyik berdebat dengan petugas pajak di loket TPT berkaitan dengan kewajiban
pembayaran PBB tahun 2002 yang menurut petugas pajak masih harus dilunasi karena
masih belum lewat 10 tahun seperti “katanya” pasal di Undang-Undang. Sementara
menurut WP utang pajak tahun 2002 tersebut sudah daluwarsa karena lewat lima
tahun seperti “katanya” sang notaris. “
Kita tidak bisa menyelesaikan masalah ini dengan “katanya”
dan “mungkin”. Jadi, mari kita selesaikan masalah tersebut dengan kembali pada
jalan yang benar, xaitu penafsiran mendalam “Undang-Undang” beserta juklak dan
juknisnya.
Menurut pasal 22 ayat 1 UU No. 6 tahun 1983 stdt UU No. 16
tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan sebagai
berikut:
“ Hak untuk melakukan
penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak,
daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.”
Wah, WP jangan terburu-buru senang dulu karena pendapatnya dianggap
benar. Mari kita lihat Ketentuan Peralihan Pasal II ayat 1.
“Terhadap semua hak
dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang
belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
tahun 2000.”
Berdasarkan pasal peralihan tersebut, daluwarsa penagihan
tahun pajak 2007 dan sebelumnya akan mengikuti pasal 22 ayat 1 UU No. 6 tahun
1983 stdt. UU No. 16. Tahun 2000 sebelum perubahan ketiga yaitu yang berbunyi
sebagai berikut:
“ Hak untuk melakukan
penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak,
daluwarsa setelah lampau waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak yang bersangkutan.”
Menurut SE-59/PJ/2012 daluwarsa penagihan PBB adalah hapusnya/gugurnya hak negara untuk
melakukan penagihan dengan Surat Paksa (berdasar Undang-undang Nomor 19 Tahun
1959 tentang penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa) atas PBB, termasuk
bunga, denda administrasi, kenaikan, dan biaya penagihannya. Artinya, utang
PBB yang tidak dibayar-bayar sampai dengan jangka waktu tertentu dan tidak ada
tindak lanjut darh DJP berupa penerbitan Surat Tegoran maupun Surat Paksa dapat
dihapuskan karena daluwarsa dalam jangka waktu tertentu.
Nah, dari sini petugas pajak juga jangan girang dulu karena
pendapatnya ternyata dibenarkan Undang-Undang. Mari kita teliti isi SE-56/PJ/1992
yang merupakan satu-satunya Surat Edaran mengenai Daluwarsa Penetapan dan
Penagihan PBB tersebut. Menurut SE-56/PJ/1992, perhitungan daluwarsa adalah
sejak Saat Terutangnya Pajak yaitu tanggal 1 Januari tahun pajak yang
bersangkutan.
Artinya dapat dengan jelas digambarkan bahwa:
1. Tahun pajak 2008 akan daluwarsa pada tahun 2013.
Tahun pajak 2009 akan daluwarsa pada tahun 2014, dst.
2. Sementara itu, untuk tahun pajak 2007 dan
sebelumnya, penagihannya akan daluwarsa dalam jangka waktu 10 tahun sesuai pasal
22 TU No. 16 tahun 2000. Contoh, tahun pajak 2007, daluwarsa penagihannya pada
tahun 2017 (1 Januari 2017 sudah daluarsa). Begitu pula dengan utang pajak
tahun 2002 akan daluwarsa sejak 1 Januari 2012. Demikian pula dengan utang
pajak tahun 2013 baru daluwarsa pada tanggal 1 Januari 2013.
3. Untuk tahun pajak 2000 dan sebelumnya, daluwarsa
penagihan mengikuti pasal 22 UU No. 9 tahun 1994 yaitu sepuluh tahun sejak saat
terutang pajak. Artinya utang pajak tahun 2000 akan daluwarsa sejak Januari
2010.
Nah, kelihatan kan kedua pihak (petugar dan WP) telah
bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing yang ternyata salah? Utang pajak tahun
2002 memang telah daluwarsa. Namun, tidak seperti alasan WP yang menyebutkan bahwa
daluwarsa itu lima tahun. Utang pajak tahun 2002 dinyatakan daluwarsa lebih dikarenakan alasan saat terutangnya
pajak. Si petugas pajak juga tidak sepenuhnya salah karena berpendapat bahwa
daluwarsa untuk tahun pajak sebelum tahun 2008 adalah 10 tahun itu benar. Dia
hanya salah menerapkan perhitungan saat terutangnya pajak dan lupa melihat
SE-56/PJ/1992.
Gonjang-Ganjing II: “Utang
Pajak Daluwarsa kok Masih Dihitung dalam PLB?”
Masalah pertama selesai dipecahkan, lalu masalah berikutnya
muncul, “Apakah utang pajak yang telah daluwarsa yang belum diusulkan
penghapusan tetap harus diperhitungkan sebagai perhitungan utang pajak dalam
hal AR hendak menerbitkan SPMKP dan proses perhitungan PLB?”
Kembali lagi ke penafsiran SE-56/PJ/1992 mengenai daluwarsa
penagihan pajak, yaitu hapusnya/ gugurnya hak negara untuk melakukan penagihan
pajak. Hal ini menurut penjelasan pasal 22 UU KUP lebih ditujukan untuk memberi
kepastian hukum kepada wajib pajak. Bila
ditafsirkan lebih jauh, dapat dikatakan bahwa daluwarsa penagihan pajak dapat
diartikan bahwa negara menganggap utang pajak WP lunas dan negara tidak
memiliki kekuatan untuk menagihnya walaupun belum diusulkan untuk dihapuskan.
Dengan demikian, uang WP yang dibayarkan atas utang pajak yang telah daluwarsa,
akan masuk ke dalam kas negara dan dianggap sebagai PNBP (Pendapatan Negara
Bukan Pajak).
Lalu apakah kaitan antara daluwarsa pajak dengan SPMKP? Biasanya,
AR akan meminta konfirmasi utang pajak kepada seksi penagihan. Jawaban konfirmasi utang pajak inilah yang nantinya akan digunakan sebagai dasar perhitungan PLB
jika masih ada tunggakan pajak. Nah, di sini masalahnya adalah seksi penagihan seringkali memilih untuk tidak
mengajukan usul penghapusan piutang atas piutang PBB yang telah daluwarsa
sehingga jawaban konfirmasi utang pajak seringkali memperhitungkan hutang pajak
yang telah daluwarsa. Alasan yang dipegang adalah karena dalam PMK
68/PMK.03/2012 mengenai Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan
Besarnya Penghapusan, pasal 1 ayat 2 huruf c digunakan kata “Dapat” bukan
kata “Wajib” sebagaimana tertuang dalam pasal berikut:
“Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah piutang pajak yang tidak
dapat ditagih lagi karena…(c) hak untuk melakukan penagihan pajak sudah
daluwarsa.”
Lalu apakah tindakan yang harus diambil oleh AR? Tidak ada
aturan khusus yang mengatur mengenai tata cara PLB dengan memperhitungan utang
pajak yang telah daluwarsa. Dengan demikian, masalah ini harus dilihat dari
perspektif dan penafsiran hukum. Seperti telah saya tulis di atas bahwa
daluwarsa mengandung makna bahwa utang pajak telah dianggap lunas oleh negara
meskipun belum diajukan usul penghapusan piutang. Dengan demikian, lunas sama
artinya dengan tidak diperhitungkan sebagai tunggakan pajak. Akhirnya dapat
disimpulkan bahwa utang pajak yang telah daluwarsa meskipun belum diusulkan
untuk dilakukan penghapusan tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan Lebih
Bayar dalam penerbitan SPMKP dan PLB. AR berpegang pada Undang-Undang di sini,
bukan pada disposisi jawaban konfirmasi dari seksi penagihan.
Gonjang-Ganjing III: “Siapa
yang Memulai, Dialah yang Mengakhiri.”
Masalah ketiga yang sedang hangat diperbincangkan oleh
orang-orang Non DJP (artinya kalau Pegawai Pajak pasti sudah atau bahkan sedang
melaksanakan aturannya) adalah mengenai apa yang harus dilakukan KPP atas utang
PBB yang telah daluwarsa, sementara PBB untuk wilayah Kanwil Jatim III akan
dialihkan ke daerah mulai Januari 2013.
Jawabannya ada pada Bab III Ketentuan Peralihan pasal 6 PER-61/PJ/2010
tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan sebagai Pajak Daerah. Pasal tersebut intinya KPP wajib menyampaikan
usulan penghapusan piutang PBB ke Kanwil DJP paling lambat tanggal 10 November
sebelum tahun Pengalihan. Sementara itu, Kanwil DJP wajib menyampaikan ke KPDJP
paling lambat tanggal 19 November sebelum tahun pengalihan. Tahapan terakhir,
Dirjen Pajak wajib menyampaikan kdpada Menteri Keuangan paling lambat tanggal 1
Desember sebelum tahun pengalihan.
Dengan demikian, aturan ini telah menganut motto “siapa yang memulai, dialah yang mengakhiri”.
KESIMPULAN:
1. Daluwarsa penagihan pajak diringkas sebagai
berikut:
a. Utang pajak tahun 2008 dst. daluwarsa 5 tahun sejak saat terutang pajak (1 Januari tahun pajak yang bersangkutan)
b. Utang pajak tahun 2007 dan sebelumnya daluwarsa 10 tahun sejak saat terutang pajak (1 Januari tahun pajak yang bersangkutan)
a. Utang pajak tahun 2008 dst. daluwarsa 5 tahun sejak saat terutang pajak (1 Januari tahun pajak yang bersangkutan)
b. Utang pajak tahun 2007 dan sebelumnya daluwarsa 10 tahun sejak saat terutang pajak (1 Januari tahun pajak yang bersangkutan)
2. AR tidak berhak memperhitungkan utang pajak yang
telah daluwarsa meskipun belum diusulkan penghapusan piutang untuk perhitungan
PLB karena utang pajak telah “dianggap” lunas oleh negara dan negara tidak
memiliki kekuatan untuk menagih utang pajak yang telah daluwarsa.
3. Utang pajak yang telah daluwarsa yang akan
dialihkan je daerah wajib diusulkan penghapusan piutang pajak. Maksimal tanggal
10 November untuk KPP ke Kanwil, tanggal 19 November untuk Kanwil ke KPDJP, dan
tanggal 1 Desember untuk Dirjen Pajak kepada Menkeu.
Semoga penjelasan di atas bermanfaat dan dapat meredakan
gonjang-ganjing di KPP Anda masing-masing .
Salam Fiskus
Malang, 12 Oktober 2012
Rizmy Otlani Novastria
pagi mba,,
BalasHapusjadi seandainya WP punya tunggakan dari tahun 2000 maka WP wajib bayar untuk 12 tahun sampai 2012 bgitu ya ?
pagi, utang pajak tahun 2000 daluwarsa tahun 2010. Begitu pula dengan utang pajak tahun 2001, daluwarsa tahun 2011 dan utang pajak tahun 2002 akan daluwarsa pada 1 jan 2012. Dengan demikian, tunggakan yang wajib dibayar hanya atas tunggakan tahun*2003 dst.
BalasHapustulisan yang menarik mbak.. :)
BalasHapusthanks informasinya.